Menu Tutup

Regenerative Agriculture: Petani Lokal Memulihkan Kesuburan Tanah dan Menjaga Ekosistem

Model pertanian intensif yang mengandalkan bahan kimia dan praktik olah tanah berat telah menyebabkan degradasi lahan dan ancaman serius terhadap keberlanjutan ekosistem. Namun, di berbagai wilayah Indonesia, para petani lokal kini merangkul pendekatan revolusioner yang dikenal sebagai Regenerative Agriculture (Pertanian Regeneratif). Paradigma ini bukan hanya bertujuan untuk mengurangi kerusakan, tetapi secara aktif memulihkan kesehatan tanah, meningkatkan keanekaragaman hayati, dan menyimpan karbon di dalam tanah. Filosofi inti dari Regenerative Agriculture adalah bekerja selaras dengan alam, bukan melawannya, menciptakan sistem pertanian yang lebih tangguh, produktif, dan tahan terhadap perubahan iklim.

Prinsip utama dari Regenerative Agriculture meliputi minimisasi olah tanah, penanaman tanaman penutup (cover crops), dan diversifikasi tanaman. Praktik olah tanah minimal (no-till) adalah langkah krusial. Ketika tanah tidak dibajak secara intensif, struktur tanah tetap utuh, mengurangi erosi dan memungkinkan mikroorganisme tanah berkembang biak. Menurut temuan yang dipublikasikan oleh ‘Lembaga Penelitian Tanah Tropis’ pada Rabu, 24 Juli 2024, lahan sawah di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, yang menerapkan no-till selama tiga musim tanam berturut-turut menunjukkan peningkatan kandungan bahan organik tanah sebesar 30% dibandingkan lahan yang diolah secara konvensional. Peningkatan bahan organik ini secara langsung meningkatkan kapasitas tanah menahan air, sebuah aset vital di musim kemarau.

Penggunaan tanaman penutup atau cover crops juga menjadi pilar utama Regenerative Agriculture. Tanaman ini ditanam di luar musim panen komoditas utama dan berfungsi melindungi permukaan tanah dari erosi, menekan pertumbuhan gulma, dan menyuplai nitrogen alami ke dalam tanah. Di beberapa perkebunan kopi di dataran tinggi Gayo, Aceh, petani menggunakan tanaman legum sebagai penutup. Praktik ini, yang dilakukan secara terstruktur sejak awal tahun 2023, telah mengurangi kebutuhan pupuk kimia hingga 20%, sekaligus memastikan akar kopi terlindungi dari penguapan air berlebihan. Manfaat lingkungan dan ekonomi yang signifikan ini memperkuat daya tarik Regenerative Agriculture di kalangan komunitas petani.

Penerapan program ini juga didukung oleh pemerintah daerah melalui pelatihan dan pendampingan. Petugas penyuluh pertanian dari ‘Dinas Pertanian Provinsi’ di wilayah sentra pangan kini secara rutin mengadakan lokakarya pada setiap hari Selasa untuk mengajarkan teknik kompos dan rotasi tanaman kepada petani. Komitmen ini penting karena transisi dari pertanian konvensional ke Regenerative Agriculture memerlukan perubahan pola pikir dan kebiasaan. Dengan memulihkan kesehatan tanah, para petani lokal tidak hanya meningkatkan hasil panen mereka secara berkelanjutan, tetapi juga secara kolektif berkontribusi pada mitigasi krisis iklim melalui penyerapan karbon yang efisien.